VIDEO

Rabu, 25 Mei 2016

Qaib Thai dari suku hmong



asal usul sejarah qaib thai dan suku hmong versi bahasa inggris


cockfighting started many centuries ago. The Hmong people originated from China. For many century Hmong was ruling China but due so many wars the Chinese people took over all land and called it China. The Hmong not only lost the war but all their written language, land,. To survive all Hmong people spread across Asia. Some went to India, North Vietnam, Burma, Thailand, Laos.Even though the Hmong people have no written history anywhere; stories were told mouth to mouth and cockfighting was one of them. How the Hmong people fought their chicken was very interesting. Their cock was called "qaib dib" pronounced "khai de" and they took them to the forest for hunting with them. They would use their cock to chant and call the wild rooster. Once the wild rooster would come it would fight with the domestic cock. Sometimes it will fight until death, but most of the time the Hmong man would use their bow to kill the wild rooster. It has been said that many other groups of people have come to the Hmong and asked their chicken to be bred. One of the fairy tail is that a Hmong man has offered his best rooster to the King of Thai with the color of yellow with white tail, the one that the Thai people called today "leung hang qhaou" which is the King’s chicken. The Hmong chicken was very good fighting with their spurs and deadly kick. That’s how they were able to fight the wild rooster. For the Hmong who have left China most of them became nomad. They became known as the montagnards or "highland people". Watching a rooster fight has always been fascinating for all Hmong young boys. For some of them who were too young to adventure into the forest and fight the rooster with the wild one, they would take their father rooster and go to the next village and try to fight the rooster with another one if they ever found one wondering in the garden or on the street. They would throw the rooster to the other one and watched them fight until one gave up or until both of them could not fight anymore. Because the Hmong have lost their written language so there was no documents reporting Hmong as chickens fighters; but other stories such as the Hmong lords used to fight their rooster in dispute for their land instead of fighting wars with each other. The Hmong believe that a rooster can kill the other rooster in one kick. If asked what style or what kind of rooster they do like, most of their answer would be the one who can kill in one kick. The Hmong adore their chickens and take care of them very carefully. In the late 1960’s in Laos more and more Hmong were involved with the city so they were more exposed to the real game of cock fighting. New to this field of game but so fascinated by, the Hmong became very active and developed their own breed, participate and compete with the Lao and Thai. However the Thai chickens remain the best of all time but the Hmong quickly imported Thai breed and they have become one of the toughest opponents for the other entire breed. Now for the Hmong who live in the United States they are the most active in cockfighting compare to all other ethnic group coming from Asia. However they do not like cockfighting with knives, needles or other weapons. They feel that it’s too cruel and there are no art or skill in that at all. They love their chicken and they hate to see their rooster be beaten or kick all the times. If they see their rooster get hurt too much they would stopped the fight and surrender even though the rooster came from a very good blood line and would not give up or collapse. Today they are having activities all across America with all new breeds especially crossbreed.

ASAL USUL PERUVIAN TERJEMAHAN BEBAS BAHASA INDONESIA



Sehari setelah final grand  2014 National Bakbakan 12-Stag Derby di Smart Araneta Coliseum, saya memiliki kesempatan untuk mewawancarai seorang peternak terkenal Amerika dari Tacoma dekat Seattle di Washington yang terbang ke Filipina untuk dua alasan. Hoa Kien Phan, yang setengah-Filipina, setengah-Vietnam, ingin menonton pertarungan di Big Dome, dan berbagi dengan orang Filipina tentang ayam yang paling banyak di bahas dan di kenal di dunia saat ini
 - Peruvian - ayam besar dari amerika selatan. Hoa sebenarnya telah berkunjung ke Filipina berkali-kali untuk berkunjung dan menemui para peternak yang telah mengimport ayam aduan dari Washington. dia bercerita dengan semangat tentang bagaimana dia mengirimkan ayam ayam hasil ternakannya kepada para breeder di philipine degan harga khusus yan jauh lebih murah dari harga di amerika.

Pada hari wawancara saya dengan Hoa, kami berdua duduk di kantor penerbit Pit Game Magazine, Emmanuel Berbano. Di sana  selama hampir satu jam dia berbagi pengetahuannya tentang Peru yang ia pelajari selama tinggal di Peru. wawancara saya dengan dia adalah unik karena saya tidak menggunakan perekam digital sesuai permintaannya. Aku harus mengambil catatan dengan cara kuno menggunakan kertas bond panjang dan gel tinta pena merah yang saya ambil keluar dari laci meja kerja saya.

Kami mulai wawancara di 15:00 dan terlaksana 15 menit sebelum 16:00. Hoa adalah contoh klasik dari seorang pria yang tahu bagaimana untuk multitask; ia bercerita sambil menikmati sepotong segar mangga matang untuk camilan. keramahan budaya philipina masih ada dalam darahnya. Dia menawarkan mangga matang untuk siapa pun yang datang ke kantor penerbit untuk meninggalkan beberapa dokumen. Saya harus mengatakan tidak untuk tawarannya karena saya merasa bahwa setiap kali dia rasa manisnya  mangga, ia akan memberika informasi tentang Peru. Aku bisa menyalahkan ke rasa asam dari mangga untuk satu hal yang dia tidak mau mengungkapkan tentang bagaimana mencetak Peruvian yang mempunyai berat 1,8 kilogram, yaitu berat badan ideal dari ayam aduan non-Peru untuk memenuhi syarat untuk derby Bakbakan.
berat peruvian sebenarnya 3,5- 6,5 kilograms

Hoa tidak hanya  menghindari perekam digital, ia juga meminta saya sebelum kita mulai wawancara hanya menulis seperti ia mengatakan pengalamannya tentang Peru. Saya wajib penuhi permintaannya. Pada awal wawancara kami, ia makan lebih dulu sepotong mangga dan setelah itu dibawa keluar dari sakunya smartphone Samsung. Dia menunjukkan dari galeri handponenya ratusan foto Peruvian dan video. Hoa berhenti bergulir dan menunjuk jari telunjuk kanannya ke foto dan berkata, "Ini adalah pure Black Jungle fowl." Dia mengusap jarinya terhadap gorilla glass  layar smartphone dan berhenti untuk foto berikutnya dan berkata, "Ini adalah Black American game fowl murni." Aku mengangguk , Dia menggigit lagi sepotong mangga manis dan setelah itu menunjuk jarinya ke foto lain (menggunakan jari telunjuk kirinya saat ini) dia ditemukan di galeri smartphone-nya. Dia berkata,

"Ini adalah Black Old English game fowl murni ." Ia kemudian terus  menunjukkan 5 Foto lain dari ayam: A pure Black Asil fowl, a pure Black Shamo fowl, a pure Black Malay fowl and a pure Black Sumatra fowl. Dia berhenti menunjukkan foto dan meletakkan smartphone-nya. Dia mengambil satu gigitan terakhir dari makanan ringan nya.

Foto-foto yang di tunjukkan Hoa adalah foto foto bahan untuk membuat pure peruvian

"Dibutuhkan tujuh jenis garis keturunan ayam aduan dan sekitar tujuh tahun untuk membuat ayam aduan jenis peruvian murni ," katanya tanpa keraguan. "Saya telah melihat bagaimana mereka (peternak) melakukannya di Peru," tambahnya. Hoa menjelaskan bagaimana untuk menciptakan peruvian murni , ambil contoh, pure black peruvian : "Dapatkan jenis murni ayam ayam ini a pure Black Jungle fowl, a pure Black American game fowl, a pure Black Old English game fowl, a pure Black Asil fowl, a pure Black Shamo fowl, a pure Black Malay fowl and a pure Black Sumatra fowl dan kembang biakkan mereka bersama-sama. Ini akan memakan waktu setidaknya tujuh tahun untuk menyelesaikan proses. " Kombinasi dari garis keturunan yang berbeda menjelaskan mengapa Peru melemparkan pukulan seperti senapan mesin menembak cepat.

Hoa dijelaskan beberapa karakteristik dari Peru murni. "peruvian murni memiliki telinga putih, beratnya minimal 3,5 kilogram sampai maksimal 6,5 kilogram dan badan membentuk kurva atau membungkuk ," katanya. ayam yang begitu besar ini memiliki aturan khusus untuk di tarungkan di arena di mana tarungan ayam masih di bolehkan.

Bagaimana jika Anda ingin menghasilkan peruvian murni yang berwarna putih? Hoa sudah menyiapkan jawabannya , "ternakan bersama-sama a pure White Jungle fowl, a pure White American game fowl, a pure White Old English game fowl, a pure White Asil fowl, a pure White Shamo fowl, a pure White Malay fowl and a pure White Sumatra fowl. "

ketika di tanyakan bagaimana cara untuk menurunkan berat peruvian supaya bisa masuk ke dalam arena derby yang hanya berbobot 1,8 kilogram seperti di Bakbakan, ia berkata, "Saya tahu bagaimana menurunkan berat peruvian murni itu untuk memenuhi syarat dalam derby, tapi aku akan tetap merahasiakanyan . Lihatlah foto ini. " Ya, saya melihat dengan mata telanjang saya foto dari apa yang tampak seperti peruvian murni yang di estimasi saya berat 1,8 kilogram. aku hanya bisa menyalahkan keasaman mangga sehingga ada rahasia yang tidak mau di ungkapkan oleh hoa.


point penting dari cara bikin peruvian

7 jenis ayam untuk bentuk peruvian

a pure Black Jungle fowl a pure Black American game fowl a pure Black Old English game fowl a pure Black Asil fowl a pure Black Shamo fowl a pure Black Malay fowl a pure Black Sumatra fowl

semua bahan harus di pilih yang ukuran besar dari jenisnya

Selasa, 15 Maret 2016

Mengenal Taiwan Shamo

TAIWAN



Origin: Taiwan
Classification: Asian Hardfeather. Large Fowl.
Egg colour: White or tinted

The Taiwan is a very large bird of Malayoid type. The breed is sometimes called Taiwan Shamo, but as this is not a Japanese breed that name is incorrect. The breed’s origins are in the island of Taiwan (formerly Formosa)
It is of a similar type to the Shamo, but generally bigger and heavier with longer legs.
There is a tendency in Europe to call any unidentifiable big Asian Game breed ‘Taiwan’, and these birds are often clumsy and of poor carriage. Birds of similar type have been called ‘Saipan’ in USA, also ‘Chinese Shamo’.
The true breed is an impressive, strong, agile, upright bird.

General characteristics:

Male

Type and Carriage: General appearance large, powerful, alert and agile, balanced and full of aggressive spirit.

Body: Large, firm and well muscled.
Breast: Broad and full with deep keel.
Back: Long, broadest at shoulders, sloping down towards tail and gradually tapering from upper side of thigh. Backbone straight.
Wings: short, big, strong and bony, carried close to the body, not showing on the back.
Tail: carried horizontally or below, length to give balance to the bird.
Head: Strong, deep and broad with wattles and earlobes small or absent. Beak powerful, broad and curved downwards, but not hooked. Eyes deep-set under overhanging brows. Comb triple or walnut, set low on a broad base.
Neck: Long, strong-boned and slightly curved.
Legs and feet: Legs long, thick and strong with slight bend at hock. Thighs long, round and muscular , shanks shorter than thighs. Toes four, long and well spread. Hind toe straight and firm on the ground.
Plumage: Feathers short, narrow, and hard, often showing red skin at throat, keel and point of wing.
Handling: Extremely firm fleshed, muscular and well-balanced. Strong contraction of wings to body.

Female

The general characteristics are similar to those of the male, allowing for natural sexual differences.

Colour

Black/red (wheaten) is the most common colour, but no colour or combination of colours is disqualified.
In both sexes and all colours:
Beak yellow or horn.
Legs and feet – yellow, or yellow with blackish over-colour in dark coloured birds
Comb, face, throat, earlobes and any exposed skin – brilliant red.
Eyes pearl to gold. Darker eyes acceptable in young birds.

Weights

Male approx 5 - 7kg (11 – 15lb plus)
Female approx 4 - 5.5kg (9 - 12lb plus)

Scale of points
Type and carriage 40
Head 20
Feather/condition 20
Legs and feet 20
100

Serious defects
Lack of attitude. Lack of size. Overlarge comb. ‘Duck’ feet.

Sumber : julia keeling


Versi 2


In 2002 the Asian Gamefowl society has send out a survey to its members regarding the Taiwan. They were asked what physical features are typical for the so called Taiwan breed. The results reported were counted and below you see the overall outcome

Comb pea or walnutcomb (Malay-type)

Head longer as Shamo

Beak longer as Shamo

Weight 6 Kg+ (13.2 Lbs)

Shoulders not protuberant like the Shamo, more round like the Asil

Tail more horizontal (not drooping down)

ankle joint very thick developed, the spur is attached to this strong and thick ankle bone

Toes the outer toe is curved

Size over 85 Cm (33.4 Inches)

Fighting style powerful, strong and persistent

As said the above reported physical features are simply the result of a worldwide survey under AGS members. Everyone should value this result to his her own impression of the so called Taiwan. Any other remarks ? Fire away and lets discuss this issue.

Regards, Willem

Source: the Asian Gamefowl Society Newsletter 2002-nr 1 issue

BattlePosted: Fri May 30, 2008 4:22 am  
Post subject: Taiwan the quest Reply with quote
There is a lot of confusion about the Taiwan. For me personally this case is still unsolved. I have received pictures some years ago taken in Taiwan. This together with other photo material shows us three types of fighting fowl ; a Shamo-type, a Malay-type and a Kulang Asil-type. The weights of the birds on the pictures I received are in the range of 5 to 6 Kg+ (11 to 13,2 Lbs). I do not want to offend breeders or owners of the so called Taiwan (aka Taiwan-Shamo, Chinese Shamo or simply Chinese) but I was never told the specific physical features of this "breed". Years ago on behalf of the Asian Gamefowl Society I have contacted (by letter) three institutes in Taiwan (even got help from the Taiwanese diplomatic mission in The Hague !). But only got one reply from the Taiwan Livestock Research Institute saying "we are looking in to it". This till present day ! Tracing back photo material of genuine Taiwan fighting fowl being imported in 1983 by Johnny van Impe into Belgium failed. So we can only assume things. Belgian cockers very quickly adopted these birds crossing them on everything with feathers. Those imported strains are gone I presume. Some history lessons :Taiwan was occupied from 1895 till 1945 by the Japanese. They even forced Japanese culture upon the Taiwanese people. Japanese farmers have been send to Taiwan. It is quite possible that Japanese Shamo have been brought in by the Japanese and through times have been crossed with local fowl (most likely large Kulang Asil and Malay-type) as these can be found on mainland China too. Finsterbusch mentions a giant Malay-type of bird named "Ainoku" which was kept by Japanese farmers for fighting and meat production. Anyway a lot of stuff for speculation. Interesting note: Jean Marie Vangansberg (from Belgium) told me that Mr.Terramoto exchanged birds a few times with a breeder from Taiwan. As in Japan the big birds of Mr.Terramoto were known as "the monsters" this interesting note gives us more play for speculations !!!!

Addresses of instituts in Taiwan

Taiwan Livestock Research Institute, Council of Agriculture Executive Yuan
112 Farm Road Hsinhua, Tainan 71210 Taiwan
Email: angrin@mail.angrin.tlri.gov.tw

Department of Animal Science
College of Agriculture and Natural Resources
National Chung-Hsing University
250 Kuo-Kuang Road, Taichung 402, Taiwan, R.O.C.
Tel: +886-4-22870613, Fax: +886-4-22860265
swroan@dragon.nchu.edu.tw

Chih-Feng Chen
Lecturer of Animal Science
National Chung-Hsing University
250 Kaokung Road
Taichung, Taiwan
Phone: (886) 04-2870613ext.214
Fax: (886) 04-2860265
E-mail: cfchen@dragon.nchu.edu.tw

Regards, Willem

Senin, 25 Januari 2016

Large Black Sumatra a.k.a Black sumatra a.k.a Ayam gallak

Ayam Sumatra a.k.a Black Sumatra a.k.a ayam gallak


 sang pacek si cundrik
 sang anak milik mas djoe farm cikampek
berat 2,7 kg
saya tahu jenis ayam ini sewaktu masih tinggal di tanah kelahiran di sumatra sana
dapat cerita dari kakek tentang ayam hitam yang menjadi legenda dan sudah tidak di temukan lagi di zaman kakek.
kakek sendiri juga dapat cerita tentang ayam ini dari orang tuanya
sebuah cerita tentang seorang pangeran yang bernama pangeran sinaboe,seorang raja kecil penguasa daerah pagar alam,lahat,sumatra selatan. di ceritakan pada zamannya pangeran sinaboe juga mempunyai hobi adu ayam,ayam beliau adalah si hitam ini.
oke cukup sampai sini pengantarnya,yuk langsung lanjut ke isi artikel


Kita bicara terlebih dahulu tentang asal usul ayam laga di dunia
Dua ribu tahun yang lalu Jungle Fowl, mungkin dari China atau Indochina,sampai ke daerah pelabuhan roma,mesir dan yunani melalui jalan jalur sutra di daratan china. ayam jenis ini sangat menarik dan sangat garang,awalnya hanya di tawarkan dan di perkenalkan sebagai hadiah kenegaraan dan upeti dari para pemimpin local di china dan Indo china kepada para raja,firaun dan kaisar yang tinggal jauh di seberang lautan di mana mereka belum pernah melihat jenis ayam ini samasekali.


Ayam hutan/junglefowl kabarnya dulu terbagi menjadi 5 Spesies utama

- Red Jungle Fowl
- Green Jungle Fowl
- Grey Jungle Fowl
- Ceylon atau Sonnerat
- Sumatra Jungle Fowl ( telah punah )

Nah di artikel ini kita akan bahas mengenai keluarga ayam hutan paling terakhir dari daftar 5 keluarga besar ayam hutan di dunia yang telah punah yaitu Sumatra jungle fowl.
walaupun Sumatra jungle fowl sudah punah dan tidak ada lagi bisa di temukan di Indonesia,tapi keturunan utamanya yaitu black Sumatra dan Blue Sumatra masih tetap ada sampe sekarang sebagai salah satu keturunan ayam hutan paling tua yang darahnya masih murni dan tetap terjaga sayangnya hanya bisa di temukan di luar sumatra,indonesia.
Ayam Sumatra adalah ayam yang berasal dari pulau Sumatra dan bisa di temukan di pulau jawa serta Kalimantan. dikenal atas kemampuannya di alam liar untuk terbang sejauh 5 km dengan bantuan angin,di percaya kemampuannya untuk terbang jauh inilah yang menyebabkan ayam Sumatra juga di temukan ada di pulau jawa dan Kalimantan
ayam ini memiliki ciri  khas tersendiri dan sangat indah,dengan ciri khas sebagai berikut

-         Bentuk tubuh melengkung seperti busur dan mengalir dari kepala sampai ke ekornya
-         Bulu-bulu yang lebat menutupi tubuhnya dengan ciri khas adanya pantulan warna bulu berwarna hijau mengkilat
-         Kepala kecil dengan warna ungu sampai hitam(gypsy colour)
-         Kedua jantan dan betina memiliki jengger yang kecil sedangkan untuk pial hampir tidak ada
-         Jalu berwarna hitam dengan adanya sedikit warnakuning,terkadang jalunya lebih dari satu atau berjalu renteng
-         Kokok nyaring kecil dan panjang
-         Berat ayam jantan dewasa sekitar 2,25 – 2,7kilogram sedangkan ayam betina sekitar 1,8 kilogram

Sekitar tahun 1800an ayam Sumatra mulai di eksport ke luar pulau Sumatra,khususnya ke amerika,belanda,inggris,german dan france.
Ayam Sumatra pertama kali diimpor ke amerika serikat pada bulan april 1847 oleh J.A.C. Butters of Roxybury,MA. import berikutnya ke amerika di lakukan oleh pihak lain pada tahun 1850-1852.
Kemudian di datangkan dan dikembangkan di german pada tahun 1882 , dan di kenal dengan nama Black Yokohama.
Pada tahun 1885 Nelson A.Wooddari Smithsonian institute di kota Washington DC memulai untuk mengembang biakan dan menyempurnakan penampilan dari black Sumatra dengan cara meningkatkan penampilan bulu dan meningkatkan produktivitas telurnya.
Ayam Sumatra pada awalnya diperkenalkan sebagai ayam petarung dan di pergunakan sebagai bahan cros breed dengan tujuan menambahkan kecepatan bagi ayam-ayam petarung local amerika,hasil silangan pertama dari Sumatra x American game terbukti sangat sukses,anakannya sangat akurat,cepat dan agresif hal ini lah yang mendorong Negara-negara barat untuk berlomba-lomba import ayam Sumatra dari habitat aslinya,setelah beberapa waktu ayam Sumatra ternyata juga cocok di silang ke Hyderabad assel, black rampuri aseel dan Sinhalese Game.
Dalam sebuah buku yang di terbitkanpada tahun 1952 berjudul "THE HISTORIES OF GAME STRAINS"
Di sebutkan di sana bahwa aseel yang kita tahu sekarang berasal dari persilangan Black Sumatra x Red JungleFowl of india (bangkiva subspecies) x gallus sonnerati x gallus lafayetti,seberapa kebenarannya tentang hal ini masih tetap di jadikan bahan perdebatan sampai sekarang.

Hanya satu yang penulis tau bahwa tidak di ragukan lagi black Sumatra adalah salah satu nenek moyang dari ayam-ayam petarung modern jaman sekarang melalui persilangan yang sangat panjang dalam jangka waktu dua ribu tahun karna tidak di perdebatkan lagi dan di akuinya black Sumatra sebagai salah satu Ancient Breed.

This is black Sumatra the ancient breed of gamefowl from Indonesia kita harus bangga dan berusaha untuk mempertahankan jenis ini supaya tetap ada di negara kita,dahulu mereka import jenis ini ke Negara mereka tapi sekarang mereka larang jenis ini keluar Negara mereka.

mohon maap kalo ada salah info dalam penulisan artikel sederhana ini AMF a.k.a Candisingo

Sumber :
- wikipedia
- American live stock conservancy
- www.feathersite.com
- the book of poultry, Thomas Fletcher McGrew,InternationalTextbook Company, 1912
- the jurnal of heredity, volume32,page 357, 1941
- "THE HISTORIES OF GAME STRAINS" 1952

Sabtu, 23 Januari 2016

ASEEL



hanya satu kata dan sangat mudah untuk di ucapkan di lidah orang kita
tapi dari kemudahan pengucapan ini juga yang akhirnya memunculkan miss pengertian tentang jenis ini
di mana semua ayam aduan dari tanah hindustan apapun jenisnya apapun tehniknya semua di masukkan dengan satu kata saja yaitu Assel dengan asumsi yang umum adalah

- aseel ayam ukuran besar
- aseel tarung selalu tarung depan depanan dan monoton

bagi saya sangat tidak masuk akal ketika sebuah wilayah yang sanggat luas yaitu lembah hindustan,gabungan antara india bangladesh dan pakistan hanya mempunyai 1 jenis ayam aduan.
kenyataannya saking luasnya daerah ini yang bahkan kalau thailand-malaysia-singapore-burma-laos-vietnam di gabung jadi satu pun masih belum bisa menandingi luasnya india n pakistan.

ada bermacam macam jenis aseel di tanah hindustan
lebih dari 50 jenis yang khusus untuk aduan
berbeda dengan ayam ayam oriental dari semenanjung malaka dan daerah di atasnya yang jenis jenis ayam di dasarkan rata-rata pada perbedaan tehnik.
di india jenis aseel di bedakan dalam 2 faktor sekaligus yaitu bentuk fisik dan tehnik tarung
antar jenis satu dengan jenis lain akan sangat terlihat perbedaanya
ambil contoh amroha aseel di bandingkan dengan viper aseel,kita akan langsung tau mana yang amroha mana yang viper hanya lewat tampilannnya
begitu pula kalau kita bandingkan sonatol aseel dengan madras aseel kita bisa langsung tau mana yang sonatol mana yang madras karna perbedaan ukuran yang sangat jauh antara keduanya

mengenai tehnik aseel di kita yang sudah tertanam dan terekam di otak kita adalah tehniknya depan depanan tarung seperti babon,lambat dan tidak menarik.
untuk sebagian jenis aseel ukuran besar pandangan ini termasuk benar tetapi untuk jenis aseel medium dan kecil pandangan ini tidak bisa di terima sama sekali
berikut contoh contoh tarung medium class dari keluarga aseel
sonatol tipe main mutar seperti gasing dan cenderung jadi kuda lari
north indian ayam ukuran kecil dengan bobot maksimal 3 kg untuk darah murni,mempunyai tipe tarung yang cepat pranggalan jaga jarak berbeda 180% dari tehnik aseel yg katanya seperti adu babon
terlebih lagi amroha,mempunyai tehnik yang lengkap sangat cepat hanya sayang jenis ini sangat langka.

sebagian jenis jenis aseel yang saya tahu

- parrot line aseel berasal dari india selatan atau bangladesh, parot line walaupun bertubuh raksasa tapi biasa di tarungkan dengan taji pisau karna mampu terbang tinggi dan lbh cepat di bandingkan dengan aseel aseel ukur besar lainnya.
- malay aseel - raksasa
- kulang aseel  - raksasa
- kattu seval aseel - ayam raksasa yg sangat cantik
- madras aseel - medium fighter
- pakistani aseel - medium fighter
- lassani aseel - medium fighter
- sonatol aseel - small medium fighter
- amroha aseel - very fast aseel
- sindhi aseel - kebanyakan tugu monas,ayam ukuran raksasa
- saab viper aseel - fast and complete,minus ukuran sangat kecil
- iranian lari aseel - complete fighter banyak tehnik
- rampuri aseel - fast fighter
- mianwali aseel - fast fighter
- masih banyak lagi jenis lainya yg masing masing punya ciri karakteristik sendiri

ada baiknya ketika kita di tawarkan jenis baru yang belum begitu kita pahami
tanyakan hal hal ini kepada pemiliknya

- dokumentasi kapan masuk indonesia
- sepasang jantan dan betina atau hanya salah satu saja yang di bawa masuk ke indonesia,ini penting karna dari sana kita bisa tau anakanya sudah silangan atau masih murni BL nya sehingga bisa di jadikan arah petunjuk kalau kita ingin bertenak jenis tersebut,ketika di sembunyikan dan hanya sebut salah satu BL saja
akibatnya calon peternak yang baru mencoba jenis ini bisa tersesat dalam program ternaknya karna mengira BL nya masih murni..sebuah kebohongan kecil tapi akan berakibat chain reaction yang panjang bagi peternak selanjutnya yang membeli bahan ternak dari peternak awal..
ketika menyilang dengan jenis lain dia taunya hanya ada 2 jenis BL di sana padahal ada 3 jenis BL inilah salah satu sebab kenapa kadang hasil ternakan tidak sesuai dengan harapan karna tidak adanya keterbukaan untuk menyebutkan apa saja BL yang ada,murni katakan murni silangan katakan silangan itu salah satu cara kita untuk berlaku jujur tidak perlu merasa malu ketika anakan yang kita punya adalah silangan.
karna khusus aseel sesuai dengan hasil obrolan dan tukar pendapat dengan beberapa org kawan yang paham luar dalam tentang jenis ini,saya berani jamin semakin aseel di silang akan semakin bagus dia tapi dengan catatan tidak boleh lebih dari 4 jenis bloodline.
tapi bagi botoh informasi BL hampir bisa di katakan tidak penting yang paling penting bisa menang :)
- siapa peternak aslinya dahulu sebelum sampai ke pada penjual
- jenis apa yang di tawarkan
- apa kelebihannya
- apa kekurangannya
- apa ciri cirinya


mudah mudahan dengan adanya artikel ini bisa mengerem miss informasi dan anggapan yang ada selama ini tentang aseel








Jumat, 22 Januari 2016

ASAL USUL PERUVIAN DAN CARA MEMBUATNYA



A day after the grand finals of the just concluded 2014 National Bakbakan 12-Stag Derby at the Smart Araneta Coliseum, I had the chance to interview a reknown American breeder from Tacoma near Seattle in Washington who flew to the Philippines for two reasons. Hoa Kien Phan, who is half-Filipino, half-Vietnamese, had wanted to watch the fights at the Big Dome, and share to the Filipinos his knowledge about the most talked about topic in the game fowl industry today -- Peruvians -- not the people but the big cocks of the South American country. Hoa actually has been to the Philippines many times visiting game farms and breeders who imported cocks from the Washington state. He speaks with delight about having the good fortune of shipping his gamecocks to the Philippines at special rates, much lower than those charged by California shippers. On the day of my interview with Hoa, we both sat down in the office of the publisher of Pit Games Magazine, Emmanuel Berbano. There he shared for almost an hour his knowledge about Peruvians which he learned during his stay in Peru. My interview with him was unique since I did not make use of a digital recorder as per his request. I had to take down notes the old-fashioned way using a long bond paper and a red gel ink pen that I took out from the drawer of my work desk. We began the interview at 3 p.m. and wrapped up 15 minutes before 4 pm. Hoa is a classic example of a guy who knows how to multitask; he rattles off his story while he savors a fresh slice of ripe mango for snack. The Filipino hospitality still runs in his blood. He offers his ripe mango to whoever comes into the office of the publisher to leave some paperwork. I had to say no to his offer because I sensed that every time he tastes the sweetness of the mango pulp, he volunteers information about Peruvians. I could blame it to the sour aftertaste of the mango for the one thing that he did not reveal in coming out with a Peruvian that could weigh only 1.8 kilograms, an ideal weight of a non-Peruvian game fowl eligible for Bakbakan derbies. The Peruvians actually weigh 3.5 to 6.5 kilograms. Hoa not only did shun the digital recorder, he also encouraged me before we started the interview to just write as he tells his experiences about Peruvians. I obliged to his request. In the beginning of our interview, he took a bite of his mango snack and afterwards brought out of his pocket a Samsung smartphone. He tapped his gallery app and scrolled over to his collection of tons of Peruvian photos and videos. Hoa stopped scrolling and pointed his right index finger to a photo and said, "This is a pure Black Jungle fowl." He swiped his finger against the pristine gorilla glass of his smartphone screen and stopped to the next photo and said, "This one is a pure Black American game fowl." I nodded in the affirmative. He took another bite of the juicy ripe mango and afterwards pointed his finger to another photo (using his left index finger this time) he found in his smartphone's gallery. He said,
"This is a pure Black Old English game fowl." He went on and on and showed 5 other photos of chickens: A pure Black Asil fowl, a pure Black Shamo fowl, a pure Black Malay fowl and a pure Black Sumatra fowl. He stopped showing the photos and put down his smartphone. He took the one last bite of his snack. The photos showed by Hoa were actually the ingredients on how to come out with a pure Peruvian game fowl.
"It takes seven bloodlines and approximately seven years to create a pure Peruvian game fowl," he said with no qualms. "I've watched how they (breeders) do it in Peru," he added. Hoa explained how to come out with a pure Peruvian game fowl, let us say, a pure Black Peruvian game fowl: "Get a pure Black Jungle fowl, a pure Black American game fowl, a pure Black Old English game fowl, a pure Black Asil fowl, a pure Black Shamo fowl, a pure Black Malay fowl and a pure Black Sumatra fowl and breed them together. It will take at least seven years to complete the process." The combination of these different bloodlines explains why Peruvians throw punches like a rapid firing machine gun. Hoa described some characteristics of a pure Peruvian. "A pure Peruvian has white ears, weighs a minimum of 3.5 kilograms to a maximum of 6.5 kilograms and a curve or hunched back," he says. Being that big, they have a special way in the cockpit arenas of the countries where cockfighting is legal. What if you want to produce a pure White Peruvian game fowl? Hoa has a ready answer, "Breed together a pure White Jungle fowl, a pure White American game fowl, a pure White Old English game fowl, a pure White Asil fowl, a pure White Shamo fowl, a pure White Malay fowl and a pure White Sumatra fowl." Asked how to address a Peruvian game fowl's allowed weight limit in derbies like the Bakbakan, he said, "I know how to lower the weight of a pure Peruvian game fowl for it to qualify in the derbies, but I'll keep it a secret. Take a look at this photo." Yes, I saw with my naked eyes a photo of what looks like a pure White Peruvian game fowl that in my estimate weighs 1.8 kilograms. I could blame it to the sour aftertaste of the ripe mango that cost me a secret that could have been revealed. 
SUMBER http://www.sabongchronicles.com/2014/12/how-to-breed-a-pure-peruvian-game-fowl.html

Rabu, 20 Januari 2016

SAAB VIPER BREED HISTORY









CARA MEMBUAT JENIS BARU DAN MERATAKAN HASIL KETURUNANNYA


sebelum memulai pengembangan ternak ini ada beberapa hal utama yang harus di perhatikan yaitu

  • pemilihan pacek dan babon
- pacek dan babon haruslah dalam keadaan mempunyai mental gameness yang sama
- pacek dan babon mempunyai kesamaan ciri fisik dan postur yang cenderung sama di lihat dari warna mata,warna paruh,warna kaki
- terakhir barulah di lihat dari segi tehnik,pacek dan babon mempunyai tehnik tarung yang cenderung sama

  • pemilihan anakan terbaik 
- gameness harus tetap sama atau malah lebih baik dari indukan awal
- ketika menentukan hasil anakannya haruslah di pilih yang sama secara fisik dengan pacek ataupun babonnya
- kesamaan fisik bisa di liat dari warna bola mata-warna paruh- warna kaki - bentuk sisik kaki
- tehnik bersifat variatif di sesuaikan dengan ke inginan peternaknya sendiri

  • tega
- program di jalankan dengan ketat,ketika ada anakan yg warna mata-warna kaki-warna paruh tidak berwarna sama dengan indukan maka anakan itu di reject/tidak di pakai,sama juga ketika anakan keluar bentuk kaki yang berbeda dari pacek dan indukan maka anakan di reject
contohnya pacek dan babon kaki berbentuk bulat dengan 3 baris sisik di anakan keluar kaki segi empat atau lebih dari 3 baris sisik,ini juga masuk kondisi reject tidak layak untuk di lanjutkan program breedingnya.

TEORI BREEDING NASSER SAAB KETIKA MEMBUAT VIPER ASEEL


  • GENERASI PERTAMA
- kawinkan pejantan dan betina yang mempunyai ciri identik sama di lihat dari gamenes,ciri-ciri fisik dan tehnik tarung
- hasil perkawinan pertama antar pacek dan babon di sebut F1 dan hanya di simpan 1 betina F1 terbaik
- hasil perkawinan pertama antar pacek dan babon di sebut F1 dan hanya di simpan 1 jantan F1 terbaik
  • GENERASI KE DUA
- betina F1 di kawinkan kembali ke pejantan awal
- hasil perkawinan pacek dengan betina F1 di sebut F2 simpan hanya 1 ekor betina terbaiknya
  • GENERASI KE TIGA
- kawinkan pejantan F1 ke betina F2
- hasil anakan dari pasangan ini di sebut F3
- pilih dan simpan kembali betina terbaik F3
  • GENERASI KE EMPAT
- kawinkan kembali betina F3 ke pacek asli
- hasil perkawinan pacek asli dengan betina F3 ini kita sebut F4
- pilih dan simpan jantan F4 terbaik
  • GENERASI KE LIMA
- jantan F4 di kawinkan kembali ke betina F1
- pada generasi ke 5 ini lengkaplah sudah penantian pembentukan jenis baru sebagai modal awal untuk terus meratakan hasil anak turunannya.

catatan : viper aseel di buat oleh mr naseer saab dengan tujuan sanggup bertarung dengan menggunakan pisau dan adu pukul dengan jalu atau tutup jalu,mempunya mental kuat,kecepatan dan stamina baik,ukuran viper kisaran 2-3 kg max
saat ini viper sudah di akui sebagai jenis baru aseel di karnakan hampir semua turunannya mempunyai postur dan ciri-ciri yang sama




terimakasih sudah membaca artikel ini
salam
CandiSingo aka SevenStrain


foto babon viper milik mr naseer saab
foto jantan viper milik mr naseer saaab
foto sepasang viper milik naseer saab
















Entri yang Diunggulkan

CSS 103 SOLD OUT

  Selamat datang di Blogspot Candi Singo Jogja  Candisingo adalah peternakan ayam jago khusus untuk aduan.Yang berdiri sejak tahun 20...

Popular Posts